Pagi itu sebelum bel
berbunyi aku melamun di depan kelas, saat itu pikiran ku melayang jauh pada
kejadian yang telah lalu tepatnya 1 tahun silam dimana Aku kehilangan sahabat
yang sangat aku sayangi namanya Astrid.Aku hampir tidak percaya bahwa hal itu
bisa terjadi, namun ini nyata, ini ada dan sekarang untungnya aku sudah
mengikhlaskannya. Astrid adalah anak
dari pamanku sendiri. Kami selalu
melakukan hal dengan bersama-sama, aku dan Astrid sudah seperti bumi dan udara
yang tidak bias dipisahkan, hingga pada akhirnya tepat ketika kami duduk
dikelas XI SMA terjadi sesuatu yang sangat memilukan dan sampai saat ini
tidak bisa aku lupakan yaitu Astrid
meninggalkan aku untuk selamanya.
Mulanya, sekolahku menjadi salasatu peserta melukis yang
di adakan oleh pemerintah pusat Kota Bandung waktu itu, Aku dan Astrid ditunjuk
sebagai perwakilan sekolah. Kebetulan kami juga sangat menyukai seni terutama
seni rupa.
Besoknya, kami berangkat menggunakan dua kendaraan yang
berbeda, namun naasnya motor yang ditumpangi Astrid mendapat musibah kecelakaan,
Astrid tergeletak berlumuran darah dan hampir tidak sadarkan diri, melihat
kejadian itu aku langsung turun dari motorku dan berusaha lari sekuat tenaga
untuk menolong Astrid, Aku pangku dia aku menangis sejadi-jadinya, dengan
terbata-bata aku mendengar Astrid berkata kepadaku “ Pergilah Mita, jadilah
juara untukku, untuk sahabatmu! Aku yakin kamu pasti bias aku yakin Mita!” Maka
dengan berlinang air mata aku terpaksa meninggalkan Astrid dalam keadaan yang
sangat menyedihkan.
Diperjalanan aku terus menangis aku tidak tahu apa yang
akan terjadi pada Astrid setelah mendapatkan musibah tersebut. Namun Pak Yanto
yang saat itu bersamaku berusaha menenangkan aku dia meyakinkan aku bahwa
semuanya akan baik-baik saja.
Aku tiba diruang perlombaan yaitu disebuah GOR yang
berada didekat kantor Wali Kota. Suasana disana sangat ramai aku berbicara
dalam hati “andai saja Astrid ada disini, pasti dia akan ikut merasakan suka
cita disini.” Tak lama kemudian perlombaan pun dimulai aku memilih tema tentang
“SAHABAT” dalam lukisan itu meskipun dalam keadaan yang carut marut aku
berusaha membuat lukisan yang indah, setiap goresan kuas aku gariskan dengan
sangat detail. Meskipun dalam hati aku masih terus memikirkan Astrid.
Dari awal sampai akhir perlombaan pikiranku tidak
henti-hentinya memikirkan sahabat yang sangat aku sayangi. ”Bagaimana keadaan
dia sekarang? Ahhhhh entahlah rasanyaaa aku ingin segera pergi dan bergegas
menuju rumah sakit tempat Astrid dibawa tadi” pikirku.
Hingga tiba saatnya akhir acara, aku tidak menyangka
kalau aku berhasil menjadi seorang pemenang. Saat itu, aku tidak tahu harus
merasa senang atau sedih yang terpenting sekarang adalah keselamatan Astrid.
Singkat cerita aku sudah sampai di Rumah sakit dengan
membawa piala dan medali, aku mendapatkan info bahwa Astrid berada di Ruang
ICU. Mendengar kabar itu, pikiranku semakin kacau aku lari secepat mungkin agar
tidak banyak waktu yang aku buang.
Sampai di Lorong luar ICU aku mempercepat langkahku, Pak
Yanto aku tinggal dibelakang karena tadi dia memarkirkan kendaraannya terlebih
dahulu. Di depan ruang ICU aku dapati ayah, ibu dan 2 orang guru Astrid sedang
menangis. Hatiku bertanya “Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan Astrid? Mana
Astrid? Dia baik-baik saja kan?.” Namun semua diam aku semakin bingung dengan
keadaan ini. Aku berusaha masuk ke ruang ICU namun Pak Andi mencegahku dan
berusaha menenangkanku. Saat itu, semua mendadak seperti menjadi orang bisu
tidak ada yang berkata-kata sepatah kata pun. Pak Andi mengelus rambutku dan
dengan perlahan dia mengatakan kepadaku sesuatu yang sangat memukul hatiku
“Mita sayang, kamu yang kuat yaa, yang sabar dokter tidak bisa menolong Astrid,
dia sudah kembali kepada pangkuan Tuhan” “Apaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?!” aku
kaget. Mendengar pernyataan itu seketika aku lemas tak berdaya seakan-akan
tubuhku melayang tidak mempunyai pijakan untuk berdiri. Sambil memeluk piala
aku masih sempat berkata dengan nada putus-putus “Astrid a….a….aku menang
i….i…ini piala ku, pi…pi…piala kamu juga, piala kita Astrid!!
Tuhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan, kembalikan Astrid” kataku sambil tak
henti-hentinya menangis. Namun semua itu adalah takdir yang harus aku terima
dengan ikhlas. Aku harus sadar bahwa semua yang dimiliki oleh-NYA adalah
titipan. Aku berdo’a “Ya Allah jika ini memang takdirku aku ikhlas terimalah
Astrid disisi-MU aminnn…..”
“Teeng teeeeng…..!! Suara itu
seketika menyadarkan aku dari lamunan suram satu tahun lalu aku masuk kelas dan
belajar seperti biasa