Disebuah
kampung ada seorang kakek dan nenek tinggal disebuah gubuk sederhana, yaitu
kakek Rojak dan nenek Biyah. Mereka mempunyai empat orang anak, keempat orang
anaknya sudah menikah dan masing-masing dari mereka sudah memiliki rumah.
Kehidupan kakek dan nenek itu sangat sederhana. Tapi sayangnya kehidupan kakek
dan nenek itu tidak begitu bahagia. Bagaikan langit dan bumi mereka memiliki
sifat yang sangat berbeda. Nenek yang sangat baik hati dan dermawan sedang
kakek mempunyai sikap yang serakah dan pemarah.
Setiap hari kakek selalu memarahi nenek Biyah walaupun hanya karena masalah
yang sangat kecil. Sungguh kasihan nenek Biyah ini, sepanjang hari ia harus
mendengarkan ocehan dari kakek Rojak itu.
Setiap
hari nenek Biyah harus menyusuri perkebunan dan pematang sawah mencari rumput untuk makanan kambing
peliharaan kakek Rojak. Jika nenek Biyah tidak mencari rumput kakek Rojak akan
memarahinya. Nenek Biyah bagaikan budak di masa penjajahan Belanda. Kakek Rojak
memperlakukan nenek Biyah seperti halnya budak padahal nenek Biyah adalah
istrinya sendiri. Terkadang anak-anaknya sangat khawatir dengan perlakuan ayah
mereka kepada ibunya, mereka kadang meminta agar ibunya bias tinggal bersama
dengan mereka tetapi ayah mereka tidak mengijinkannya.
Suatu
hari ketika matahari diatas ubun-ubun nenek Biyah dipaksa untuk mencari rumput
di pematang sawah oleh si kakek.
“Cepat pergi cari
rumput ke pematang sawah untuk
kambing-kambing itu!!” ujar kakek Rojak.
“Tapi sekarang sangat
panas kek” jawab nenek Biyah.
“Jangan banyak omong!!
Apa kamu tidak lihat kambing-kambing itu kelaparan?”
Nenek Biyah pun tanpa banyak berbicara lagi langsung
pergi ke pematang sawah. Ia tidak ingin mendengarkan kemarahan suaminya
sehingga ia memilih mengalah dan pergi mencari rumput.
Ditengah
terik matahari yang sangat menyengat nenek BIyah terus mengumpulkan rumput. Dan
sampai akhirnya nenek biyah pingsan karena tidak tahan dengan sinar matahari
yang sangat terik. Ia jatuh pingsan ditengah pematang sawah, untung saja ada
para petani yang sedang mencangkul di sawah sehingga para petani itu dengan
sigap langsung menolong nenek Biyah dan mengantarkan nenek Biyah ke rumahnya.
Dan saat sesampainya di rumah nenek Biyah para petani kaget karena melihat
kakek Rojak yang sedang tidur siang di rumah sedangkan istrinya harus mencari
rumput di pematang sawah.
Kakek
Rojak seperti tidak mempunyai rasa kasihan, meskipun nenek Biyah belum sembuh
total dia tetap saja memerintahkan nenek Biyah sesuka hatinya. Sehingga nenek
Biyah kembali jatuh sakit. Nenek Biyah sakit parah sampai berhari-hari bahkan hingga
berminggu-minggu.
Selama
nenek Biyah sakit , si kakek sering merenung di bawah pohon kelapa dekat
kandang kambing yang ada di belakang rumahnya. Ia merenungkan pembicaraan dari
warga sekitar rumahnya. Banyak warga yang membicarakan perlakuan kakek Rojak
kepada nene Biyah, dan perlahan warga yang berada disekitar rumahnya mulai
tidak suka kepada kakek Rojak.
Setelah hampir dua minggu anak-anaknya baru
mengetahui bahwa Nenek Biyah sedang sakit parah. Anak-anak nenek Biyah diberi
oleh ketua RT. Karena keempat anak nenek Biyah merantau ke negeri orang, jadi
sulit untuk menghubungi mereka.
Ketika
anak-anak nenek Biyah sampai ke rumah nenek Biyah, mereka langsung menangis
karena melihat kondisi ibu mereka sangat parah dan ayahnya tidak mengurus ibunya denga benar.
“Apa
sudah pernah dibawa ke dokter ke?” ujar anak sulungnya.
“Belum
nak, kakek tidak punya uang untuk mengobati ibumu” jawab kakek.
Anak
sulungnya hanya menghirup nafas, dan langsung terdiam kesal mendengar jawaban
dari si kakek.
“Kan
setiap bulan kami selalu mengirim uang, lalu kemanakann uang itu kek?” ujar si
bungsu.
“Uang
yang setiap bulan kalian, kakek belikan kambing. Tapi karena nenek kalian sakit
jadi tidak ada yang mencari rumput dan akhirnya kambingkambingnya mati”.
Keempat
anak sangat kaget mendengar jbawaban dari si kakek.dan selama berjam-jam mereka
berdebat.
Menjelang
ajal menjemputnya nenek Biyah sempat berpesan kepada anak-anaknya, untuk tetap
menjalankan solat lima waktu dan banyak bersedekah. Sungguh mulia nenek Biyah
ini. Dan permintaan terakhir dari nenek Biyah adalah ia ingin melaksanakan
sholat berjamaah dengan suaminya dan keempat anaknya.
Mereka
pun menuruti keinginan nenek Biyah, nenek Biyah sholat dalam keadaan tidur
karena kondisinya yang sudah sangat parah. Setelah berjamaah nenek biyah berdoa
“Ya Alloh.. mudahkan rejeki anak-anakku dan sadarkanlah suamiku” setelah itu ia
mengucapkan kalimat “Laailahaillallah” dan nenek Biyah pun menghembuskan nafas
terakhirnya. Keempat anaknya mencoba mengikhlaskan kepergian ibunya, meskipun
sangat berat bagi mereka untuk kehilangan seorang ibu.
Setelah
meninggal nenek Biyah kakek Rojak mulai tersadar ia merasa sangat berdosa
kepada nenek Biyah, diakhir waktu hidup istrinya ia tidak memberikan yang
terbaik. Tapi apalah daya nasi sudah menjadi bubur, kakek Rojak hanya bias
merasakan penyesalan yang sangat mendalam. Kini kakek Rojak hanya bisa
mendoakan nenek Biyah agar ditempatkan disisi-Nya