Dia gadis
berkulit putih yang selalu menarik perhatian orang di sekitarnya. Dia gadis
cantik berambut panjang yang selalu membuat siapa saja yang melihatnya menjadi
penasaran. Gadis itu memang berbeda dengan orang lain, itu yang membuat ia
selalu jadi pusat perhatian orang-orang di sekelilingnya. Bukan tentang
kecantikannya, melainkan perbedaannya. Yaa, dia memang berbeda. Dunianya sunyi,
hanya hatinya yang mampu berkata-kata. Dan dia adalah aku. Iya aku, si gadis
cantik yang tuli dan bisu.. selama ini ayahku lah yang menjadi telingan dan
mulutku. Aku memang hanya mempunyai ayah, karena 22 tahun lalu ibuku lebih
memilih memberikan ku kesempatan untuk hidup dengan merelakan hidupnya. My mom my angel..
***
Baru-baru ini ayah membuka usaha kue
kecil-kecilan. Toko kue di pinggir jalan, sebrang alun-alun Kota Padang ini
kini menjadi satu-satunya sumber penghasilan ayah. Dulu ayahku adalah pengusaha
rumah makan, cabang nya pun ada dimana-mana, yaa bisa dibilang ayah itu seorang
pengusaha yang sukses. Aku bangga dengan ayah.. Tapi seketika semuanya hancur,
ia terlilit hutang pada sahabatnya sendiri. Aku selalu menyalahkan diriku
sendiri tentang hal ini, waktu itu ayah sangat membutuhkan uang untuk
pengobatanku yang kesekian kalinya. Dia rela meminjam uang dan menjadikan rumah
makan sebagai jaminan. Sampai akhirnya semua rumah makan itu diambil alih oleh
sahabatnya karena ayah tidak mampu melunasi hutang-hutangnya. Aahh.. itu
sebabnya aku selalu merasa bersalah sampai sekarang.
Oh yaa, hari ini
ayah mendapat orderan lumayan banyaik, ia diminta membuat 250 kue kering dan 20
kue pernikahan. Sedih rasanya melihat ayah bekerja sekeras itu, tanpa pikir
panjang aku pun langsung terjun membantu ayah.
“huuftt..” aku mengusap keringat di
dahiku.
“a a ayah c ca cape?” jemariku
berkata-kata dengan bibir yang terbata-bata. Untung saja ayah sangat mengerti
bahasa isyarat tangan.
“tidak, sayang. Ayahmu ini kan
titisan samsons si urat kawat tulang besi.” Jawab ayah sambil bercanda.
Aku memang telah
terbiasa dengan sikap ayah yang selalu tidak mau menunjukkan kesedihanya. My father my hero..
“a a ayah ha harus punya k ka
karyawan” jemariku kembali merangkai kalimat.
Jengkel rasanya
karena ayah hanya menjawab dengan senyuman.. Tapi mana bisa aku lama-lama
bersikap dingin pada ayah. Aahh, sulit sekali menghilangkajn sifat manja ku
ini..
***
Di
pagi hari yang dingin itu aku membantu ayah mengantarkan kue pesanan ke salah satu
rumah pelanggan, sebenarnya ayah tak mengijinkanku mengayuh sepeda tua miliknya
sendirian di jalanan, tapi ayah bisa apa,
aku memang keras kepala. Lagian salah ayah juga kenapa belum
punyakaryawan, padahal usahanya semakin berkembang.
“iyaiya..
ayah akan membuat selebaran lowongan pekerjaan.” Kata ayah
Akhirnya ayah menuruti keinginanku
juga..
Saat
aku sampai dirumah Ibu Endah, aku melihat laki-laki yang sedang bermain piano.
Meskipun aku tidak bisa mendengarnya, tapi entah kenapa mata indah itu telah
menyampaikan alunannya dengan rasa.
Hari pertama, kedua, ketiga.. sangat
lama rasanya melewati hari demi hari dengan rasa penasaran. Seminggu ini aku
sengaja menyibukkan diriku sendiri. Aahh.. mata indah itu selalu datang dalam
pikiranku.
***
Siang itu saat aku pulang dari
pasar, aku melihat dia berjalan menyusuri trotoar dengan membawa map berwarna
merah muda.mungkin dia ingin menemui rekan kerjanya, atau menemui bosnya, atau
mungkin dia sendiri yang menjadi bosnya. Aarghh.. sudahlah, ini mungkin hanya
halusinasiku saja. Sudah tahu halusinasi, tapi aku tetap saja mengikuti langkah
pria itu, padahal aku sudah berusaha keras meyakinkan pikiran dan hati ini
bahwa dia bukan si mata indah. Sampai tiba-tiba langkahku terhenti, kaki ini
seakan tersandung saat melihat dia mmbuka pintu salah satu toko kue. Dan benar
saja, itu adalah toko ayahku. Rasanya aneh, aku seperti menemukan dunia baru
yang akan memberiku melodi-melodi undah di setiap harinya. Hati ini senang
melihat ayah mempunyai karyawan. Yaahh.. itung-itung mengurangi ketegangan otot
syarafku, hmm.. sebenarnya bosan juga memarahi ayah yang selalu menjadikan
waktu adalah siang.
Tunggu
sebentar... aku ini senang karena ayah mendapat karyawan atau karena dia yang
menjadi karyawan?
***
Minggu-minggu ini aku jarang
membantu ayah. Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan menumpahkan kata hati
diatas kertas putih. Di sinilah tempatku meghindar dari Dimas, yaa si mata
indah itu ternyata bernama Dimas. Balkon inilah yang menjadi tempat
persembunyianku meskipun kita masih sering berpapasan. Bagaimana tidak, ini kan
balkon toko kue ayah. Aneh memang kenapa aku harus menghindar?
Tapi setiap kali aku melihat mata
indah itu lagi, aku tersadar bahwa rasa penasaranku dulu telah berubah menjadi
rasa suka, berubah menjadi rasa cinta, cinta yang seharusnya tidak ada.. Aku
dengan kehidupanku yang sunyi ini bisa apa? Karena rasa takut ada pada diri
kita sendiri, karena rasa takut berawal dari hati nurani. Dan hatiku takkan
pernah mampu berteriak untuk mengatakan ini. Aku hanya menumpahkannya dalam
selembar kertas putih bernodakan rasa yang tak sepantasnya berbunga dalam
segala kesunyian ini. Tolong bacakan ini pada Dimas, tolong sampaikan rasa ini
pada Dimas.
Hanya Ini
Tiap
tetesnya membawaku terlarut
Sunyi
sepi membawa jiwa pada alunanya
Seakan
ku kembali pada mimpi yang terkikis
Mereguk
lagi luka lama
Menelan
lagi darah yang sudah bosan aku rasakan
Tiap
tetesnya membawaku pada angan lama
Adakah
nada yang melebihi indah melodinya?
Akankah
dia mampu menandingi alunan itu?
Aku
terhentak.. teringat padakenyataan
Berapa
lama lagi aku hidup?
Hidupku
hanya ditakdirkan untuk menghitung tiap tetesnya
Aku
seakan bisu dalam diam
Seakan
buta dalam pejam
Seakan
tuli dalam hening
Seakan
sakit dalam kematian..
Lirih
rasanya menapakkan hati pada mimpi
Seolah
kehilangan mentari
Membeku
dalam harapan yang tak sempurna
Hanya
hati dengan jeritannya
Hanya
iman dengan takwanya
Hanya
telinga dengan pendengarannya
Hanya
bibir dengan suaranya
Hanya
itu saja...
Aku
hanya ingin berteriak pada dunia
Persatukanlah
kami karena rasa