Hari-hari telah dani jalani, hari-hari dimana dia harus
merenungkan hidup, meratapi, memikirkan semua yang akan terjadi di suatu hari
dia tidak tau harus sedih atou bahagia.
Hari-hari telah dani lalui dengan penuh
semangat dani selalu belajar terus menerus tidak ada hentinya dia belajar
karena takut nilainnya tidak 90 semua karena kalou tidak danil tidak akan dapatkan
tanda tangan dari ayahnya.
Ayahnya tidak mau menandatangani
rapotnya karena nilainnya hanya 3 yang bukan 90. Dani yang awalnya bahagia dan
tidak sabar untuk menyampaikan bahwa dirinya mendapatkan peringkat 1 di
Kelasnnya kepada ayahnya dia berkata “pasti ayah akan senang dan bahagia
setelah mendapatkan berita itu”.
Dia berjalan dengan penuh rasa bangga
dan bahagia sambil lari-lari karenna saking tidak sabarnnya. Setelah sampainnya
dia di Rumah dia menceritakan apa yang ia ingin sampaikan kepada ayahnnya bahwa
ia mendapatkan peringkat pertama di kelasnnya tapi ayahnnya hanya tersenyum
kecil dan berkata “Ayah tidak mau menandatangani rapot kamu karna rapot kamu
nilainnya kecil-kecil, percuma kamu mendapatkan peringkat satu tapi nilai kamu
hanya sedikit”. Ayahnnya melemparkan rapotnya dan pergi begitu saja.
Betapa
hancurnya hati dani ketika melihat respon dari ayahnya yang tidak menyenangkan
itu. Dia bingung harus menandatangani ke siapa rapot itu karena ibunya sudah
meninggal dan hanya dia anak satu-satunya Dia terus menangis dan meminta tolong
untuk menandatangani rapotnnya kepada adik bapanya dani berkata”paman bolehkah
saya meminta tanda tangan paman karena ayah saya tidak mau menandatangani rapot
saya”. Pamannya berkata”tentu saja nak, ngomong-ngomong kamu dapatkan peringkat
berapa di kelas kamu?”. Dani berkata”Saya dapat peringkat kesatu paman”. Sambil
berbicara pelan dan sedih. Pamannya”wah ternyata kamu anak pintar yah, hebat
sekali kamu. Kamu adalah kebanggaan paman”. Dani hanya bisa tersenyum kecil
karena dia sadar dia hanya bisa menyenangkan pamannya bukan ayahnya.
Waktu
pun terus berlalu dan tidak ada hentinya dani Belajar terus menerus sampai iya
pun berumur dewasa dan sudah duduk di bangku SMA. Dia tidak ada hentinya
belajar terus menerus tidak ada waktu istirahat baginya karena dia belum pernah
membahagiakan ayahnya selama ini. Semester demi semesterpun dia jalanin dan
tidak pernah dia mendapatkan rengking 2 dia selalu mendapatkan rengking ke 1
dari SD sampai ia masuk ke SMK di satu ketika iya mendapatkan rapot yang sangat
bagus semuannya rapotnnya rata-rata 90. Dia pun tersenyum puas atas kerja
kerasnnya yang selama ini dia lalui, dia ingin ayahnya tau akan prestasinya itu
dia berlari ke rumah dan melihat ayahnya yang terbaring lemas karna sakit yang
di deritannya selama 2 tahun. Dani berkata kepada ayahnya”ayah saya dapatkan
nilai yang diinginkan ayah, ayo sekarang ayah bangun tersenyumlah dan peluk
anakmu ini ayah”. Ayahnya tersenyum dan memeluk dani dengan penuh rasa
bangga”terimakasih nak kamu sudah memenuhi keinginan ayahmu ini, sini ayah akan
tanda tangan rapotmu itu. Maafkan ayah nak yang selalu memaksa dirimu untuk
mendapatkan nilai yang tidak pernah ayah syukuri tapi ingatlah nak ayah ingin
anak ayah haus akan ilmu dan tidak pernah puas akan ilmu yang pernah kamu
dapatkan”ayah dani langsung pisan setelah menandatangani rapot itu danipun
menangis dan tidak berhenti memegang tangan ayahnya yang begitu kurus karena
penyakit yang di menggorogotinya dan pamannya pun panik dan menelepon ambulan untuk
membawa ayah dani ke rumah sakit.
Di
Rumah sakit Dani tidak berhenti menangis, Setelah menunggu 15 Menit lamanya
dokter keluar dari ruang ICU dan Danipun langsung menghampirinya sambil berkata
“Bagaimana dok keadaan ayah saya?” Dokterpun menjawab”Maafkan kami, kami telah
berusaha menolong ayah anda tapi nyawanya sudah tidak tertolong lagi”. Dani
berlari menghampiri ayahnya setelah mendengar kabar itu sambil menangis.
Sudah
3 Tahun Dani ditinggalkan oleh ayahnya dan Danipun sekarang menjadi seorang
Dosen di sebuah universitas yang terkenal di Bandung dan dia juga mendapatkan
Beasiswa S2 di Eropa. Ketika itu Dani tidak hentinya memikirkan ayahnya dan
baru sadar ayahnya berbuat seperti itu untuk masa depannya yang lebih baik agar
dia tidak hentinya untuk tidak hausnya menuntut ilmu.