Sehat selalu dan tetap semangat adalah
kata-kata pembuka yang biasa aku dengar setiap pagi dari siaran radio kedukaan
ku. Pagi yang sangat cerah karena tepat hari ini aku dipertemukan kembali
dengan waktu dimana aku dilahirkan. Namaku April Aprilia, aku adalah salah satu
remaja dari beberapa ribu orang yang selalu menunggu datangnya waktu ini. Namun
di hari ini pula ada kabar yang datang melalui SMS yang membuatku terkejut
membacanya. “Ril… Dina masuk ICU di RS.
Umum Jakarta Utara, keadaannya kritis.” Maya berusaha menghubungi ku melalui
SMS.”Masa sih? Jangan bohong May, tadi malam juga akau sama Dina
telepon-teleponan.” Dengan balasan tidak percaya tapi sedikit cemas. ”Beneran
Ril, pokoknya kejadiannya panjang. Mendingan sekarang kamu cepet ke sini kita
bertiga udah ngumpul.” Maya menegaskan kabarnya kembali. ”Tapi ini bukan
rencana iseng kalian berempat kan karena sekarang ini ulang tahun ku?” Tanyaku
kembali. ”Bukan Ril ini beneran, Dina masuk ICU.” Maya membalas pertanyaan
April yang tidak percaya sama sekali.
Dengan perasaan tidak percaya, aku pergi
ke RS.Umum Jakarta Utara untuk meyakinkan kabar yang diberikan Maya dengan
mengendarai sepeda motor. Kecepatan motor yang aku kendarai sama seperti
biasanya, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Sepanjang perjalanan HP
ku terus berbunyi tak henti-henti membuatku semakin yakin bahwa ini rencana
sahabat-sahabat ku yang iseng untuk membuatku cemas.
Sesampainya
di depan RS. Umum Jakarta Utara aku langsung memarkirkan motor dan membawa HP
ku yang ada di dalam tas. Begitu terkejutnya aku ketika melihat panggilan tak
terjawab dari Maya, Resty, dan Reni yang sangat banyak. Akupun langsung
bergegas masuk dan menghampiri mereka bertiga yang sedang duduk di kursi tunggu
yang terlihat cemas dan mata yang berkaca-kaca.
”Ada apa nih kalian nyuruh aku datang ke sini?” Aku
merasa kebingungan dengan keadaan disana. ”Dari mana aaja kamu Ril…? Kita
nunggu kamu dari tadi. Sekarang Dina lagi kritis karena tertabrak mobil.” Resty
menjelaskan keadaan yang sebenarnya. ”Jadi benar yang dikatakan Maya di SMS?”
Dengan perasaan menyesal aku langsung duduk di kursi tunggu seperti mereka.
Taka da salah seorang dari mereka bertiga yang menjawab. “Oh iya.. apa ibu dan
ayahnya sudah mengetahui keadaan Dina saat ini?” Aku bertanya kepada Reni yang
sedang cemas menunggu kabar tentang Dina. “Sudah Ril, sekarang ibu dan ayahnya
sedang diperjalanan menuju kesini.” Jawab Reni. “Syukur deh kalo ibu dan ayah
Dina sudah tau semuanya.” Jawab aku dengan sedikit lega.
Akhirnya
dokter keluar dari ruang ICU setelah tiga jam kita berempat setia menunggu
kabar tentang kepastian kondisi Dina saat ini. “Apakah disini ada keluarga
korban?” Tanya dokter kepada Maya. “Tidak ada dok, kami berempat sahabat
dekatnya korban, tetapi ayah dan ibunya sekarang sedang menuju kesini. Jawab
Maya yang sudah tidak sabar ingin mengetahui keadaan Dina. “Oh.. baik lah,
sekarang keadaan korban masih kritis dan sebaiknya kalo kalian mau melihat
keadaannya bergiliran saja.” Suruh dokter kepada Maya. “ Baik dok. Terima
kasih.”
Kamipun
melihat keadaan Dina secara bergiliran, mulai dari Maya, Reni, Resty, dan
terakhir aku.
Begitu
masuk ke dalam, aku terkejut dengan keadaan sahabatku Dina yang tertidur pulas
di ranjang rumah sakit tapi dengan wajah yang pucat dan terpasang seperti
kabel-kabel di tubuhnya yang tersambung ke sebuah mesin seperti komputer
sebagai pemberi tahu detak jantung. Dan aku mendekatinya dengan perlahan
ditemani perasaan yang tidak percaya tapi memang ini nyata.
“Din..
ini aku April. Kenapa kamu bisa seperti ini? Bukankah tadi malam kamu berjanji
akan memperkenalkan pacarmu kepada kita berempat?” Aku berbicara sendiri sebari
mengingat-ingat pembicaraan ku di telepon tadi malam bersama Dina.
Aku
terus menggenggam erat tangannya yang semakin lama semakin dingin. Tanpa ku
sadari ternyata Dina telah sadar dari kritisnya. “Ril..?” Tanya Dina dengan
suara yang pelan. “Dina..? kamu sudah sadar?” Tanya aku dengan perasaan senang
dan terharu. “ Selamat ulah tahun yang ke 18 tahun Ril, mudah-mudahan kamu jadi
anak yang berbakti kepada orang tua, terus semangat, sukses, dimudahkan
rezekinya, jangan terlalu focus pacaran, dan terus menjadi sahabat terbaik ku
ya.” Ucapan selamat dari Dina dengan menggenggam tangan ku dan tersenyum seperti
biasanya. “Amiiin… makasih Din. Ternyata kamu masih ingat bahwa sekarang ulang
tahun ku.” Jawab aku dengan membalas senyum hangatnya itu. “Oh.. iya Ril, maaf
aku belum beli kado spesialnya. Aku cuma bisa ngasih rasa sayang aku yang gak
akan pernah berubah sama sekali. Mudah-mudahan rasa ini bisa jadi kado
terspesial yang gak akan pernah hilang.” Ucapan yang keluar dari mulut Dina
yang membuatku terharu “makasih din, aku juga sayang sekali sama kamu dan nggak
ma kehilangan kamu.” Ucap aku sambil memeluk dina dengan erat. “ohiya ril, aku
titip keluargaku ke kamujaga keluargaku dengan baik yaa.” Ujar dina yang
semakin lama semakin pelan. “iya din, teang aja keluarga kamu sudah aku anggap
seperti keluargaku sendiri.” Jawab aku dengan terharu
Tak
lama setelah itu mesin yang seperti komputer yang berada disebelah kiri dina
berbunyi dan bergambar lurus mendatar. Akupun sangat kaget dan cemas karena
wajah dina sangat pucat dan seluruh badannya dingin. Tanpa pikir panjang aku
langsung keluar dan memberitahu kepada dokter. Setelah dokter memeriksa
keadaannya, ternyata dina telah meninggal dunia.